#KunjungGuru Project : Apresiasi Masa Kini Bagi Keteladanan Masa Lalu

Hari ini saya akan menunjukkan kembali bukti anekdot “konsisten untuk tidak konsisten” yang saya anut hingga saat ini. Melihat tanggal posting blog terakhir dengan item bulan di angka 1, kemudian melirik kalender notebook dengan item yang sama di angka 8. Ternyata benar, saya konsisten untuk tidak konsisten menulis kembali. Ada bertumpuk kegiatan selain pekerjaan yang saya lakukan, ada kesenangan lain yang menarik diri ini dari rutinitas menulis, dan ada saja alasan untuk tidak konsisten. Aih, alibi!

Tulisan ini mungkin ter-influence dengan lingkungan sekitar saya, tentang sosok seorang Guru. Kakek saya Guru, Ibu saya Guru, Isna Guru, Ibunya Isna Guru, Bapaknya Isna Guru. ( Bagi yang belum kenal Isna, silahkan kenalan di page You & I, memang cuma ada satu tulisan, itupun copy paste dari blog sebelumnya, Duh! malasnya! ). Kembali ke Guru, profesi ini menurut saya adalah profesi yang luar biasa. Klise, mereka mendidik sekian jumlah anak manusia untuk menjadi lebih baik dalam segala hal. Mereka adalah orang tua angkat dari ribuan bahkan jutaan anak Indonesia, dan disaat yang sama mereka adalah “asisten rumah tangga” jutaan keluarga masa kini. Bagaimana tidak, dengan sistem pendidikan wajib 12 tahun saja maka mereka telah mendampingi Budi dan Ani kecil selama itu, menjadi orang tua yang berinteraksi selalu dari Senin hingga Sabtu. Mereka mengawasi Budi dan Ani agar tidak bertengkar di Sekolah, mengingatkan untuk tidak mencuri mangga, bahkan memotongkan kuku saat sebelum kelas olahraga pagi.  Could you imagine that! Sungguh terbantu para orang tua aslinya 🙂

Lalu apakah batas pendidikan formal saat ini hanya 12 tahun saja ? Saya rasa tidak, durasi minimalnya sudah berubah hingga menamatkan strata – 1, paling tidak berdurasi hingga 16 Tahun kalau bangku perkuliahan tidak mengalami perpanjangan waktu. Memang, di Indonesia masih banyak anak – anak yang mengejar 12 tahun saja kesusahan, tap inilah realitas kompetisi saat ini. Dimana mungkin saja beberapa tahun kedepan durasi minimal pendidikan adalah hingga menamatkan strata – 2. No one knows but everyone can smell it. Ketika itu terjadi, maka Guru sekali lagi akan mendidik kita agar jadi lebih baik, menjadi orang tua angkat, dan “asisten rumah tangga” jutaan keluarga Indonesia lebih lama lagi. Selama 16 – hingga 18 tahun . Saya beri perpanjangan waktu strata-1 dua tahun lebih lama, agar kami para NASAKOM – NAsib SAtu KOma, dan PMDK – Persatuan Mahasiswa Dua Koma, setidaknya bisa menghela nafas untuk berlari kembali. Sungguh, luar biasa peran para Guru!

Teman, sudahkah kita berterimakasih kepada mereka ? Memang ini bukan momen perayaan hari Guru, tetapi beberapa hari terakhir hal ini mengganggu pikiran saya. Atau bisa jadi pikiran sayalah yang terganggu karena masih sempatnya memikirkan hal semacam itu. Entahlah, tetapi saya serius tentang bentuk terimakasih kepada sosok seorang Guru, termasuk Ibu saya sendiri. Kalau diberi uang, apakah cukup ? Kalau diberi barang, apakah setimpal ? Atau kalau hanya didoakan, bukankah itu hal rutin yang kita lakukan ? Haduh, pusing pala berbi !

Voila! Memang duduk melamun di kursi bis jemputan kantor sambil menikmati kemacetan Ibukota bisa menjadi momen munculnya inspirasi. Sebuah ide yang sangat sederhana dan akan menantang setidaknya bagi saya sendiri, untuk mewujudkan terimakasih pada mereka. #KunjungGuru Project, sangat sederhana. Mengartikulasi ucapan terimakasih dengan sebenar – benarnya, melalui tatap muka langsung, mengunjungi para Guru terdahulu untuk berterimakasih dan memberitahu hasil didikan mereka. Konsepnya sebagai berikut :

  1. Mengunjungi satu orang Guru dari setiap jenjang pendidikan yang telah dilewati hingga saat ini. Kasus saya jenjang TK, SD, SMP, SMA, S-1. Entah kenapa saat itu tidak ada pre-school, PAUD, atau playgroup. 🙂
  2. Menanyakan kabar dan kesibukan mereka saat ini kemudian BERTERIMAKASIH atas didikan yang telah diberikan.
  3. Bercerita tentang apa yang telah kita raih saat ini dan apa yang akan kita lakukan di masa depan.
  4. Meminta dan mencatat nasihat mereka, kemudian berfoto bersama dengan tag foto #KunjungGuru untuk diunggah di media sosial / blog pribadi.
  5. Menentukan tenggat waktu pelaksanaan poin 1 – 4. Kasus saya mungkin perlu 6 bulan lebih karena pendidikan hingga SMA saya berlangsung di Bali, kuliah di Surabaya, sementara saat ini saya berdomisili di Jakarta. Saat saya menulis ini, beberapa tab lain terbuka untuk mencari tiket pesawat promo, yes!

Apakah ini akan berhasil ? Masih belum tahu karena belum saya coba. Tetapi, setidaknya ketika dicoba akan memunculkan kemungkinan 50% berhasil.  Saat ini saya masih berpikiran untuk melakukannya sendiri, walaupun memang akan lebih menyenangkan apabila dilakukan dengan banyak orang. Akan lebih banyak yang melakukan sesuatu, mengapresiasi apa yang telah dilakukan para Guru. Bagi yang berpikiran pragmatis, ini tidak ada bedanya dengan berinvestasi, membangun jaringan, menambah koneksi dan meningkatkan dukungan bagi masa depan kita. Bedanya ini datang dari seorang Guru, bukan dari kolega bisnis yang sering kita temui untuk berbicara mengenai angka dalam mata uang suatu negara.

#KunjungGuru Project hanyalah buah lamunan dalam bis jemputan kantor saya, yang bisa dilakukan oleh siapapun dengan bebas, sebebas bebasnya bebas! #KunjungGuru Project bukan berbicara profitabilitas, ini adalah apresiasi masa kini bagi keteladanan masa lalu.

Oleh karena itu, meminjam kalimat dalam acara Takeshi Castle : “ Doakan aku yah, aku pasti berhasil! ”

Jakarta, 9th August 2015, 05:03 am.

Ps : please share if you mind #KunjungGuru

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑

%d bloggers like this: